Pada dasarnya, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika(“UU Narkotika”) dikenal 2 (dua) macam rehabilitasi narkotika, yaitu:
1. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.[1]
2. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.[2]
Pihak yang Direhabilitasi Narkotika
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.[3] Hal ini diperjelas dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (“Peraturan BNN 11/2014”) yang mengatur bahwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka dan/atau Terdakwa dalam penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga rehabilitasi.
Waktu Diputuskannya Rehabilitasi
Putusan hakimlah yang menentukan apakah yang bersangkutan (dalam hal ini Pecandu Narkotika) menjalani rehabilitasi atau tidak berdasarkan pada terbukti atau tidaknya tindak pidana yang dilakukan. Artinya, ada proses pemeriksaan di pengadilan dulu sebelum adanya putusan hakim yang menentukan seseorang direhabilitasi atau tidak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 103 UU Narkotika:
(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
Penjelasan:
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa putusan hakim tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan.
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
Penjelasan:
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa penetapan hakim tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu penekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebut walaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalani pengobatan dan perawatan.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Begitu pula untuk Penyalah Guna narkotika (termasuk yang kemudian menjadi korban penyalahgunaan narkotika), penentuan apakah ia direhabilitasi atau tidak tetap melalui putusan pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 127 ayat (3) yang menyatakan bahwadalam hal Penyalah Guna dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Namun, meski masih dalam proses peradilan pidana, baik itu penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan sidang di pengadilan; tanpa menunggu putusan hakim terlebih dahulu; penyidik, jaksa penuntut umum, atau hakim bisa saja meminta asesmen terhadap tersangka atau terdakwa sebelum ditempatkan di lembaga rehabilitasi.[4] Penjelasan lebih lanjut akan kami jelaskan di bawah ini.
Syarat Permohonan Rehabilitasi
Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari laman Badan Narkotika Nasional (“BNN”), syarat-syarat permohonan rehabilitasi itu adalah
1. Surat Permohonan Bermaterai ke BNN berisi antara lain:
a. Identitas pemohon/tersangka
b. Hubungan Pemohon dan tersangka
c. Uraian Kronologis dan Pokok Permasalahan Penangkapan Tersangka
2. Pas Foto tersangka 4 x 6 (1 lembar)
3. Foto Copy Surat Nikah bila pemohon suami/istri tersangka
4. Foto Copy Surat Izin Beracara bila pemohon adalah Kuasa Hukum/Pengacara Tersangka dan surat kuasa dari keluarga
5. Surat Keterangan dari Sekolah/Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan, bila tersangka adalah pelajar/Mahasiswa
6. Surat keterangan dari tempat kerja, bila tersangka sebagai pekerja/pegawai
7. Fotocopi surat penangkapan dan surat penahanan
8. Surat Keterangan dari tempat rehgabilitasi, bila yang bersangkutan pernah atau sedang proses Rehabilitasi
9. Surat Rekomendasi dari penyidik, Jaksa Penuntut umum atau hakim untuk direhabilitasi/asesmen