Pendahuluan
Mendengar kata Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment) pikiran akan terbayang tentang perusahaan asing yang beroperasi di dalam
negeri. Namun yang sering kita lupa adalah bahwa perlakuan perpajakannya
sama dengan perusahaan badan hukum dalam negeri. Bentuk Usaha Tetap
(selanjutnya disebut BUT dalam tulisan ini) adalah subjek pajak luar negeri
yang kewajiban perpajakannya diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak badan
dalam negeri lainnya (baik formal maupun material). Perbedaan mendasar
dibandingkan dengan wajib pajak dalam negeri adalah BUT tidak dapat menikmati tax treaty antara Indonesia dengan negara treaty partner lainnya karena
bukan penduduk Indonesia dan atas laba bersih setelah pajak yang diterima atau
diperoleh BUT dikenakan branch
profit tax.
Efek globalisasi yang diwarnai dengan tumbuhnya kawasan bebas perdagangan,
jasa dan modal maka transaksi internasional di dalam negeri pun bertumbuh
dengan pesatnya . Tak dapat dipungkiri dan dibendung dengan masuknya
banyak investasi asing baik dalam bentuk portfolio investment dan foreign
direct investment yang
berimplikasi luas bagi suatu negara termasuk Indonesia.
Dalam melakukan investasi, investor asing dapat melakukannya dalam
bentuk joint
venture (investasi dalam bentuk pembiayaan) yang pada umumnya
perusahaan berbentuk penanaman modal asing dan berbadan hukum Indonesia
sehingga merupakan wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer). Disamping itu perusahaan asing dapat menjalankan usaha di Indonesia
melalui BUT dimana bukan merupakan badan hukum Indonesia yang artinya BUT
adalah bukan wajib pajak dalam negeri.
Suatu Pengertian
Dalam Pasal 5 OECD Model (2003) BUT atau Permanent Establishment (selanjutnya disebut PE dalam tulisan ini) dalam ayat 1 dikatakan : For the purposes of this Convention, the term
“permanent establishment” means a fixed place of business through which the
business of an enterprise is wholly or partly carried on. Ayat 2 dikatakan : The term “permanent establishment” includes especially: a) a place of
management; b) a branch; c) an office; d) a factory; e) a
workshop, and f) a mine, an oil or gas well, a quarry or any other place
of extraction of natural resources. Ayat 3 dikatakan : A building site or construction or
installation project constitutes a permanent establishment only if it lasts
more than twelve months.
Sejalan dengan pengertian tersebut, berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 5
UU No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa Suatu bentuk
usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga
mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan
otomatis (automated
equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui
internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi (nature person) yang tidak bertempat tinggal atau badan (legal person) yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian
bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau
badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk
usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau
perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut
dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya
sendiri.
Dalam tax
treaty model OECD, pengecualian BUT yaitu sebagai berikut :
1. Apabila perusahaan suatu negara dari suatu negara treaty partner menjalankan kegiatan-kegiatan yang terbatas di Indonesia yang cakupan
kegiatan-kegiatannya adalah sebagai berikut : 1). Penggunaan
fasilitas-fasilitas semata-mata dimaksudkan untuk menyimpan, memamerkan
barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan. 2). Pengurusan persediaan
barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dimaksudkan
untuk disimpan, dipamerkan atau diolah lebih lanjut oleh perusahaan lain. 3).
Pengurusan tempat usaha tetap semata-mata dimaksudkan untuk pembelian
barang-barang atau barang dagangan , mengumpulkan informasi bagi keperluan
perusahaan, untuk tujuan perikalanan, memberikan informasi atau untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan ataupun penunjang bagi
perusahaan.
2. Apabila perusahaan tersebut menjalankan melalui agen yang bertindak bebas
tanpa adanya instruksi dari perusahaan di luar negeri semisal makelar,
komisioner umum.
3. Apabila suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu negara treaty partner yang menguasai atau dikuasai oleh perusahaan lain yang berkedudukan di
negara treaty
partner lainnya atau menjalankan usaha di negara treaty lainnya.
Objek Pajak BUT
Cakupan
penghasilan BUT di Indonesia sesuai pasal 5 ayat (1) Undang undang Pajak
Penghasilan, meliputi :
1. Atribusi Faktual: penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan
dari harta yang dimiliki atau dikuasai (Pasal 5 ayat (1) huruf a).
2. “Force of Attraction”: penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Pasal 5 ayat (1) huruf
b).
3. Atribusi karena hubungan efektif: penghasilan sebagaimana tersebut dalam
Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan
efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
dimaksud. (Pasal 5 ayat (1) huruf c).
Time Test
BUT merupakan
cabang perusahaan, atau tempat kedudukan manajemen, kantor, pabrik, tempat
kerja atau suatu hak penambangan dan kekayaan alam lainnya. Dalam
pengertian ini juga termasuk proyek pembuatan gedung atau konstruksi yang
dilakukan dan melewati tes waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang di
negara domisili, di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat 5 bahwa untuk
dianggap BUT, apabila mereka melakukan kegiatan di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, sedangkan untuk pemberian jasa,
waktu tes yang diberikan untuk menjadi BUT apabila jasa yang
diberikan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Sedangkan,
untuk penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas
lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali dalam hal dibawah
ini, dimana penghasilan itu dapat juga dikenai pajak di Negara pada
persetujuan lainnya :
1. Jika ia mempunyai suatu tempat tertentu yang tersedia secara
teratur dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan di Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan itu, penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di
Negara Pihak lainnya itu tetapi hanya bagian penghasilan yang dianggap
berasal dari tempat tertentu itu ; atau
2. Jika ia tinggal di Negara Pihak lainnya itu selama suatu masa atau masa
masa yang tidak melebihi 183 hari dalam masa 12 bulan yang mulai
atau berakhir pada satu tahun pajak, dalam hal ini hanya penghasilan
yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Negara lain itulah
yang akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya itu.
Dengan demikian
suatu usaha yang dilakukan oleh penduduk asing di Negara Indonesia harus
ditentukan saat kapan mereka menjadi Bentuk Usaha Tetap atau Tempat Usaha
Tetap.
Kewajiban Pajak
Subjektif : Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha
atau kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap. Berakhir pada saat orang
pribadi atau badan tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu
Bentuk Usaha Tetap (Pasal 2A ayat (3) UU PPh).
Penghasilan Dan Biaya BUT
BUT merupakan
perusahaan yang memiliki pusat di luar negeri, namun untuk BUT nya sendiri
diperlakukan sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri. Sebagaimana perusahaan
pada umumnya di dalam negeri, setiap penghasilan yang diterima BUT tidak
selamanya Obyek Pajak. Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah
sebagai berikut:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta
yang dimiliki atau dikuasai;
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang,
atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-undang PPh yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang
dimaksud.
Atas penghasilan
kantor pusat yang digabung ke BUT Indonesia, jika telah dilakukan
pemotongan oleh pihak lain, maka PPh Pasal 26 yang telah dipotong tersebut
dapat dikreditkan atau menjadi tidak final. (berdasarkan atas pasal 26
ayat 5 huruf a Undang-undang PPh). Sedangkan biaya yang dapat dijadikan
sebagai pengurang penghasilan bruto atas obyek BUT adalah sebagai berikut
:
§ Biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan usaha BUT.
§ Biaya-biaya yang terkait sehubungan dengan penghasilan dari kantor
pusat yang penghasilannya dihitung kembali di BUT.
§ Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk
dibebankan sebagai biaya adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau
kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak No.62/PJ./1995.
§ Biaya administrasi tersebut maksimal sebanding dengan
besarnya peredaran usaha BUT di Indonesia terhadap seluruh peredaran
usaha perusahaan di seluruh dunia.
Dengan demikian
dibutuhkan laporan keuangan konsolidasi yang meliputi seluruh usaha atau
kegiatan diseluruh dunia untuk tahun pajak yang bersangkutan dan harus
diaudit oleh Akuntan Publik yang mengungkapkan rincian peredaran usaha
perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan
pada masing-masing BUT di negara tempat BUT tersebut berada.
Pembayaran
kantor pusat yang tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan
bruto adalah :
1.
Royalti atau imbalan lainnya
sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
2.
Imbalan sehubungan dengan jasa
manajemen dan jasa lainnya;
3.
Bunga kecuali bunga yang berkenaan
dengan usaha perbankan;
4. Berdasarkan atas SE-08/PJ.42/2000, tanggal 18 April 2000
menegaskan bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing
yang terjadi akibat fluktuasi nilai rupiah pada perkiraan hutang kepada
kantor pusat suatu Bentuk Usaha Tetap tidak diperbolehkan untuk dibebankan
sebagai biaya atau diakui sebagai penghasilan bagi BUT yang bersangkutan;
5. Pembayaran yang diterima atas Imbalan, Bunga dan Royalti yang
diterima oleh Kantor Pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali
bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Berdasarkan uraian diatas, katagori penghasilan yang
dimasukkan ke dalam BUT adalah sebagai berikut :
§
Berdasarkan penghasilan dimana dia
peroleh labanya.
§ Berdasarkan penarikan penghasilan kantor pusat ke BUT di
Indonesia, apabila terjadi usaha yang sejenis dengan yang dijalankan atau
yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia, hal ini agar tidak
terjadi pengelakan pajak yang timbul akibat penghasilan dari Indonesia.
§ Dikenakan withholding tax PPh Pasal 26, atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
yang dimaksud.
Hal ini
dilakukan, agar pembayaran dividen, royalti, bunga dan imbalan jasa
lainnya, tidak dimanfaatkan sebagai dividen terselubung, sehingga tetap
dikenakan PPh Pasal 26, namun bukan merupakan obyek BUT di Indonesia.
Untuk usaha perbankan karena terdapat hubungan efektif antara obyek bunga
dengan usaha perbankan, maka atas PPh Pasal 26 yang telah dipotong dan
disetor oleh BUT Indonesia dapat dikreditkan pada PPh terutang akhir tahun
dalam BUT-nya, sedangkan penghasilan bunga tersebut menjadi obyek pajak di
BUT Indonesia.
Perhitungan Pajak BUT
Penggabungan
atau konsolidasi dari usaha BUT dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis). (Kep-DJP
No.62/PJ./1995). Penghitungan laba bersih setelah pajak diperlakukan
berbeda dengan usaha dalam negeri, karena masih terkait dengan Subyek Pajak
Luar Negeri. Penghasilan setelah pajak apabila di transfer ke luar negeri
diterapkan tarif 20% x Penghasilan bruto, atau mengacu ketentuan P3B.
Atas
Penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh Badan usaha BUT pada akhir
tahun pajak yang ditanamkan kembali di Indonesia, tidak dikenakan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 4 UU PPh dan Peraturan Menteri
Keuangan No. 14/PMK. 03/2011.
Contoh :
Penghasilan
Kena Pajak PT. ABC. INC (BUT) di Indonesia Tahun 2009 adalah sebesar Rp
17.500.000.000,-
Perhitungan PPh
Terutang:
28% x Rp
17.500.000.000 = Rp 4.900.000.000
Penghasilan
Kena Pajak setelah pajak adalah
Rp
12.600.000.000,- (Rp 17.500.000.000-Rp 4.900.000.000)
PPh Pasal 26
yang terutang =
20% x Rp
12.600.000.000 = Rp 2.520.000.000,-
(Apabila
penghasilan setelah pajak sebesar Rp 12.600.000.000,- tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan, maka atas
penghasilan tersebut tidak dipotong PPh).
Contoh Bentuk Usaha Tetap Dan Aspek Perpajakannya
Bubble Gum Corp adalah perusahaan yang didirikan di Amerika karena
perkembangan di Indonesia cukup baik maka yang sebelumnya hanya Representative Office (2009 s.d 2010) dimana dalam melakukan penjualan hanya melalui
distributor resmi maka ingin diubah menjadi cabang (Branch). Pada Bulan
Juli 2010 perusahaan mengirimkan 2 (dua) Karyawan untuk mempersiapkan
kantor cabang baru. Kedua karyawan tinggal di Indonesia sampai dengan Desember
2010. Pada awal 2011 Bubble
Gum Corp resmi dibuka.
Pada awal 2011 Bubble
Gum Corp resmi membuka cabang di Indonesia dengan membukukan
omset sbb: 1). Penjualan Rp. 170.000.000.000, 2).
HPP Rp.
140.000.000.000, 3). Biaya Umum Rp. 110.000.000.000,-.
Menyangkut biaya umum dan administrasi,
diketahui hal-hal sebagai berikut:
1. Di dalam Biaya Umum dan Administrasi terdapat gaji dua orang karyawan
kantor pusat yang mengawasi pendirian perusahaan dan operasi
perusahaan pada tahun pertama. Gaji
kedua karyawan tersebut adalah sebesar Rp 100 Juta.
2. Terdapat pembayaran bunga kepada kantor pusat atas
sejumlah dana yang dipinjamkan kepada Bubble Gum Corp. Besarnya pembayaran bunga adalah sebesar Rp 500.000.000.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam contoh kasus tersebut di atas adalah sebagai berikut :
§ Melihat Tax
Treaty dengan negara Amerika Serikat. Berdasarkan Tax Treaty antara Indonesia dengan Amerika Serikat article 5 ayat 3(e), yang berbunyi: “Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2) ,
suatu bentuk usaha tetap tidak dianggap ada sehubungan
dengan hal-hal berikut: pengurusan suatu tempat usaha tetap
semata- mata untuk tujuan periklanan, penyediaan informasi,
riset ilmiah, atau untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat
sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang, bagi
keperluan penduduk.
§ Antara tahun 2009 s.d 2010, Bubble Gum Corp bertindak
sebagai representative yang tidak melakukan kegiatan penjualan dan hanya melakukan kegiatan untuk
tujuan periklanan seperti menyediakan brosur, display barang-barang hasil produksi perusahaan. Maka saat itu , Bubble Gum Corp belum memiliki BUT di Indonesia.
§ Walaupun 2 (dua) orang karyawan yang tinggal di Indonesia sejak Juli s.d
Desember 2010 tetap belum bisa dikatakan sebagai BUT karena tujuan kedua
karyawan tersebut adalah dalam rangka persiapan pembukaan cabang.
§ Pada Tahun 2011, Bubble
Gum Corp secara resmi membuka cabang di Indonesia.
Berdasarkan Tax Treaty Indonesia Amerika article 5 ayat 2 (b), yang
berbunyi : Istilah BUT meliputi dan tidak terbatas pada : Cabang. Maka Bubble Gum Corp sejak 2011 adalah BUT di Indonesia.
§ Berdasarkan tax
treaty Indonesia dengan Amerika pasal 8 ayat 3
mengatakan ; Dalam menentukan besarnya laba BUT, dapat dikurangkan
biaya-biaya yang berkaitan dengan laba termasuk biaya –biaya pimpinan dan
administrasi umum…. Tidak diperkenankan untuk dikurangkan dengan biaya-biaya ,
jika ada, yang dibayarkan (selain pengganti biaya-biaya yang benar-benar
terjadi) oleh BUT kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor
pusatnya, dalam bentuk royalty, ongkos atau pembayaran serupa lainnya
sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain atau dalam bentuk
komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen atau dalam bentuk
bunga atas uang yang dipinjamkan kepada BUT tersebut.
§ Berdasarkan tax
treaty tersebut maka akan terlihat sebagai berikut : 1).
Peredaran usaha Rp. 170.000.000.000, 2). HPP (Rp.
140.000.000.000), 3). Biaya Umum (Rp. 109.500.000.000). Karena BGC
mengalami kerugian maka tidak ada pemotongan PPh pada tahun 2011.
Kerugian dapat dikompensasikan selama 5 tahun yang kompensasi mulai berlaku
tahun 2012.