Yang sering disebut dengan karyawan (buruh/pekerja) kontrak pada umumnya adalah buruh/pekerja yang bekerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”). PKWT diatur antara lain dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK") yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
e. yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Jadi berdasarkan ketentuan di atas, karena Anda dan rekan-rekan sudah bekerja selama 10 tahun, maka demi hukum status Anda dan rekan-rekan bukan lagi sebagai pegawai kontrak yang diikat dengan PKWT tetapi menjadi pegawai tetap yang diikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak tertentu ("PKWTT").
Perlu Anda ketahui bahwa pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali maksimal 2 (dua) tahun. Sementara, menurut cerita Anda, pembaruan PKWT Anda dan rekan-rekan dilakukan setiap tahun selama 10 tahun.
Konsekuensi jika pembaharuan perjanjian kerja tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat [6] UUK yaitu demi hukum PKWT tersebut menjadi PKWTT.
Sebagai kesimpulan, pekerja dengan PKWT hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali dan diperbaharui 1 (satu) kali, sehingga bila dihitung secara keseluruhan masa PKWT beserta perpanjangan dan pembaharuan yang dimungkinkan maksimal adalah 5 (lima) tahun.
PKWT dapat diperpanjang atau diperbaharui (lihat Pasal 59 ayat [3] UUK). Penjelasannya sebgai berikut:
1. PKWT ini hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (lihat Pasal 59 ayat [4] UUK).
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini dalam waktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya demi hukum menjadi perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu (“PKWTT”) (lihat Pasal 59 ayat [5] UUK).
Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans Nomor Kep-100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”)bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
Juga dalam hal PKWT dilakukan melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka demi hukum perjanjian kerja tersebut menjadi PKWTT (lihat Pasal 59 ayat [7] UUK).
Jadi, PKWT dibuat untuk maksimal 3 (tiga) tahun dan apabila suatu PKWT dibuat melebihi waktu tersebut demi hukum menjadi PKWTT atau dengan kata lain karyawan tersebut menjadi karyawan permanen.
2. Sedangkan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (lihat Pasal 59 ayat [6] UUK).
Pembaharuan PKWT ini dilakukan dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan (lihat Pasal 3 ayat [5] Kepmenakertrans 100/2004).
Jadi, pembaruan perjanjian kerja ini baru dapat dilakukan setelah melewati masa 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali maksimal 2 (dua) tahun. Dan selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Konsekuensinya jika pembaharuan perjanjian kerja tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat [6] UUK maka demi hukum PKWT tersebut menjadi PKWTT.
Sebagai kesimpulan, pekerja dengan PKWT hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali dan diperbaharui 1 (satu) kali, sehingga bila dihitung secara keseluruhan masa PKWT beserta perpanjangan dan pembaharuan yang dimungkinkan maksimal adalah 5 (lima) tahun.
Pasal 62 UUK berbunyi:
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”